KESAKTIAN PANCASILA



SEJARAH DAN MAKNA HARI KESAKTIAN PANCASILA
Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafat hidup). Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti akan timbul, baik persoalan-persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah polotik, ekonomi, sosial dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya.
Seperti yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita. Disamping itu maka bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah berurat/berakar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia ini akan mencapai kebahagiaan jika kita dapat baik dalam hidup manusia sebagai manusia dengan alam dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriyah dan kebahagiaan rohaniah.
Karena Pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah UUD yang pernah kita miliki yaitu dalam pembukaan UUD 1945, dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia 1950. Pancasila itu tetap tercantum didalamnya, Pancasila yang lalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu, Pancasila yang selalu menjadi pegangan bersama saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah sebagai dasar kerohanian negara, dikehendaki oleh bangsa Indonesia karena sebenarnya ia telah tertanam dalam kalbunya rakyat. Oleh karena itu, ia juga merupakan dasar yang mampu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, masih banyak masalah yang dihadapi bahkan perang untuk mempertahankan kemerdekaanpun masih dilakukan. Bahkan undang-udang dasar negara  masih diganti-ganti dari UUD 1945  menjadi UU RIS, kemudian diganti lagi menjadi UUDS RI 1950.
Sejak kemerdekaan sampai 1959, pancasila belum dapat dilaksanakan dengan murni, hingga presiden mengeluarkan dekrit presiden 5 Juli 1959 dengan harapan pancasila dapat dihayati dan diamalkan secara murni dan konsekuen. Namun, harapan tersebut belum dapat diwujudkan bahkan terjadi penafsiran baru terhadap pancasila dan menyimpang dari maksud ysng sebenarnya. Partai Komunis Indonesia (PKI) lah yang menafsirkan pancasila sebagai marxisme yang diterapkan sesuai  sesuia dengan kondisi Indonesia.Pancasila dipandang sekedar alat pemersatu , yang berarti jika persatuan sudah terbentuk maka pancasila tidak dibutuhkan lagi dan PKI ingin mendirikan Republik Indonesia dengan dasar komunis. Akibat hal tersebut, Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan pemberontakan hingga puncaknya pada 30 September 1965 PKI melakukan pembunuhan  terhadap tokoh-tokoh pimpinan TNI AD dan kemudian gerakan tersebut dikenal dengan G 30 S / PKI.

Peristiwa G 30 S / PKI adalah peristiwa yang selalu dikaitkan dengan kesaktian pancasila karena pada peristiwa tersebut terbukti ampuhnya kesaktian pancasila. Tidak hanya itu, kesaktian pancasila juga terdapat dalam setiap butir – butir pancasila itu sendiri yah telah di sah kan dalam pembukaan UUD 1945. Agar pancasila tetap menjadi dasar dan falsafah bangsa Indonesia, sebaiknya bangsa Indonesia mengamalkan  kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan pancasila dan agar kesaktian pancasila tetap terjaga.
Pada 30 September itu telah terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap jenderal-jenderal putra terbaik bangsa Indonesia. Mereka yang menjadi korban itu adalah : Letnan Jenderal A. Yani, Mayjen R. Suprapto, Mayjen Haryono, Mayjen S. parman, Brigjen D.I. Panjaitan, Brigjen Sutoyo, Letnan Satu Pire Andreas Tendean, dan Brigadir Polisi Karel Susult Tubun. Sementara Jenderal A.H. Nasution berhasil meloloskan diri dari kepungan G.30.S PKI, meski kakinya kena tembak dan putrinya Ade Irma Suryani menjadi korban dan beberapa hari kemudian meninggal dunia.
Pada tanggal tersebut pemberontak berhasil menguasai dua sarana komunikasi yaitu RRI Pusat dan Pusat Telekomunikasi masing-masing di Jalan Merdeka Barat dan di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI pagi jam 07.20 dan jam 08.15. pemberontak mengumumkan tentang terbentuknya “Dewan Revolusi” di pusat dan di daerah-daerah. Dewan Revolusi merupakan sumber segala kekuasaan dalam Negara Republik Indonesia. Juga diumum, gerakan tersebut ditujukan kepada “Jenderal-Jenderal” anggota Dewan Jenderal yang akan mengadakan coup terhadap pemerintah.
Saat bersamaan diumumkan pendemisioniran Kabinet Dwikora. Jam 14.00 diumumkan lagi bahwa Dewan Revolusi diketuai oleh Letkol Untung dengan wakil-wakilnya Brigjen Supardjo, Letkol (Udara) Heru, (Laut) Sunardi dan Arjun Komisaris Besar Polisi Anwas.
Setelah adanya tindakan PKI dengan G 30 S/PKI-nya tersebut, maka keadaan di seluruh tanah air menjadi kacau. Rakyat berada dalam keadaan kebingungan, sebab tidak diketahui di mana Pimpinan Negara berada. Demikian pula halnya nasih para Pemimpin TNI AD yang diculikpun tidak diketahui bagaimana nasib dan beradanya pula.
Usaha untuk mencari para pimpinan TNI AD yang telah diculik oleh gerombolan G 30 S/PKI dilakukan oleh segenap Kesatuan TNI/ABRI dan akhirnya dapat diketahui bahwa para pimpinan TNI AD tersebut telah dibunuh secara kejam dan jenazahnya dimasukan ke dalam sumur tua di daerah Pondok Gede, yang dikenal dengan nama Lubang Buaya.
Dari tindakan PKI dengan G 30 S nya, maka secara garis besar dapat diutarakan :
1. Bahwa Gerakan 30 September adalah perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk merebut kekuasaan di negara Republik Indonesia dengan memperalat oknum ABRI sebagai kekuatan fisiknya, untuk itu maka Gerakan 30 September telah dipersiapkan jauh sebelumnya dan tidak pernah terlepas dari tujuan PKI untuk membentuk pemerintah Komunis.
2. Bahwa tujuan tetap komunis di Negara Non Komunis adalah merebut kekuasaan negara dan mengkomuniskannya.
3. Usaha tersebut dilakukan dalam jangka panjang dari generasi ke generasi secara berlanjut.
4. Selanjutnya bahwa kegiatan yang dilakukan tidak pernah terlepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional.
Padahal sudah jelas bahwa Pancasila lah satu-satunya ideologi yang sempurna dimana Pancasila ini sifatnya adalah Universal tidak memojok pada satu golongan atau perorangan.
Kesaktian Pancasila hendaknya dimaknai sebagai suatu tekad yang mampu membangkitkan semangat kebersamaan, kebenaran, keadilan, dan persatuan yang kini mulai mengancam. Kini saatnya kita membangkitkan kesadaran kolektif bahwa Pancasila mempunyai peran besar dalam mempersatukan keberagaman bangsa Indonesia. Pancasila hadir bukan sebagai simbol dan alat indoktrinasi politik, tetapi Pancasila hadir menjadi tulang punggung tegaknya NKRI dan keberagaman sampai sekarang ini. Semoga bangsa ini menjadi bangsa yang cerdas dan menemukan kembali jati diri sebagai manusia Indonesia yang Pancasilais.




Refrensi:




Komentar

Postingan Populer